Istidlal Adzan di Kuburan
Dalam pandangan ulama Syafiiyah, adzan dan iqamah tidak hanya
diperuntukkan sebagai penanda masuknya salat, baik berdasarkan hadis
maupun mengimplementasikan makna hadis. Oleh karenanya ada sebagian
ulama yang memperbolehkan adzan saat pemakaman, dan sebagian yang lain
tidak menganjurkannya. Dalam hal ini ahli fikih Ibnu Hajar al-Haitami
berkata:
قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ ، وَالْمَهْمُومِ ، وَالْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ (تحفة المحتاج في شرح المنهاج – ج 5 / ص 51)
“Terkadang adzan
disunahkan untuk selain salat, seperti adzan di telinga anak yang lahir,
orang yang kesusahan, orang yang pingsan, orang yang marah, orang yang
buruk etikanya baik manusia maupun hewan, saat pasukan berperang, ketika
kebakaran, dikatakan juga ketika menurunkan mayit ke kubur, dikiaskan
terhadap saat pertama datang ke dunia. Namun saya membantahnya di dalam
kitab Syarah al-Ubab. Juga disunahkan saat kerasukan jin, berdasarkan
hadis sahih, begitu pula adzan dan iqamah saat melakukan perjalanan” (Tuhfat al-Muhtaj 5/51)
( وَسُئِلَ )
نَفَعَ اللَّهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا حُكْمُ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
عِنْدَ سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ
وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُولِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى
نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُودِ إلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ
بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ
وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي الِابْتِدَاءِ وَهَذَا فِي الِانْتِهَاءِ لَا
يَقْتَضِي لُحُوقَهُ بِهِ . (الفتاوى الفقهية الكبرى – ج 3 / ص 166)
“Ibnu Hajar
ditanya: Apa hukum adzan dan iqamat saat menutup pintu liang lahat? Ibnu
Hajar menjawab: Ini adalah bid’ah. Barangsiapa yang mengira bahwa adzan
tersebut sunah ketika turun ke kubur, dengan dikiyaskan pada anak yang
lahir, dengan persamaan akhir hidup dengan permulaan hidup, maka tidak
benar. Dan dari segi apa persamaan keduanya? Kalau hanya antara
permulaan dan akhir hidup tidak dapat disamakan” (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra 3/166)
Tentu yang dimaksud bid’ah disini tentu bukan bid’ah yang sesat,
sebab Ibnu Hajar ketika menyebut bid’ah pada umumnya menyebut dengan
kalimat “al-Madzmumah”, atau “al-Munkarah” dan lainnya dalam kitab yang
sama. Beliau hanya sekedar menyebut bid’ah karena di masa Rasulullah Saw
memang tidak diamalkan.
Sejauh referensi yang saya ketahui tentang awal mula melakukan adzan
saat pemakaman adalah di abad ke 11 hijriyah berdasarkan ijtihad seorang
ahli hadis di Syam Syria, sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh
al-Muhibbi:
محمد
بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين الحموي الأصل الدمشقي
المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر علمائها الحافظ المتقن :
وكانت وفته بالقولنج في وقت الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة ثلاث
وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند قبر
والده ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق
من افادته إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض
المتأخرين ورده ابن حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره(خلاصة الأثر في
أعيان القرن الحادي عشر – ج 3 / ص 32)
“Muhammad bin
Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar Syamsuddin
al-Hamawi, asalnya ad-Dimasyqi, kelahiran al-Midani, asy-Syafii, seorang
yang alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama, al-hafidz yang
kokoh. Beliau wafat di Qoulanj saat waktu Dhuha, hari Senin 13
Dzulhijjah 1033. Disalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di pemakaman
‘pintu kecil’ di dekat makam orang tuanya. Ketika janazahnya diturunkan
ke kubur, para muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama
beberapa tahun di Damaskus, yang diampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad
bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa ‘adzan ketika pemakaman
adalah sunah’. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian
ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab
al-Ubab dan lainnya, maka mereka melakukan adzan di kuburnya” (Khulashat al-Atsar 3/32)
Khilaf Ulama Syafiiyah
Diantara kalangan madzhab Syafiiyah sendiri masalah ini merupakan
masalah yang diperselisihkan, ada yang tidak menganjurkan (namun tidak
melarang) dan ada pula yang menganjurkan, sebagaimana yang diamalkan
oleh umat Islam di Indonesia:
- Syaikh asy-Syarwani:
ولا يندب الآذان عند سده خلافا لبعضهم برماوي اه (حواشي الشرواني – ج 3 / ص 171)
“Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hawasyai asy-Syarwani 3/171)
- Syaikh Sulaiman al-Jamal:
وَلَا
يُنْدَبُ الْأَذَانُ عِنْدَ سَدِّهِ وِفَاقًا لِلَأْصْبَحِيِّ وَخِلَافًا
لِبَعْضِهِمْ ا هـ . بِرْمَاوِيٌّ . (حاشية الجمل – ج 7 / ص 182)
“Tidak
disunahkan adzan saat menutup liang lahat, sesuai dengan al-Ashbahi dan
berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hasyiah asy-Jamal 3/171)
- Syaikh Abu Bakar Syatha:
واعلم أنه لا
يسن الاذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا
على دخوله فيها. قال ابن حجر: ورددته في شرح العباب، لكن إذا وافق إنزاله
القبر أذان خفف عنه في السؤال.(إعانة الطالبين – ج 1 / ص 268)
“Ketahuilah
bahwa tidak disunahkan adzan ketika masuk dalam kuburan, berbeda dengan
ulama yang menganjurkannya, dengan dikiyaskan keluarnya dari dunia
terhadap masuknya kea lam dunia (dilahirkan). Ibnu Hajar berkata: Tapi
saya menolaknya dalam Syarah al-Ubab, namun jika menurunkan mayit ke
kubur bertepatan dengan adzan, maka diringankan pertanyaan malaikat
kepadanya” (Ianat ath-Thalibin 1/268)
Sumber: http://www.hujjahnu.com/2013/09/adzan-saat-pemakaman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar