Minggu, 13 Agustus 2017
Kamis, 11 Mei 2017
HADRATUSY SYEIKH HASYIM ASY’ARI MENOLAK AJARAN WAHABI
https://youtu.be/YBO6JnOs82g
Di dalam kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” karya Hadratusy Syeikh
Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur
dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) halaman 9-10 diterangkan sebagai
berikut:
قد كان مسلمو الأقطار الجاوية فى الأزمان السالفة الخالية متفقي الاراء و المذهب , متحدي المأخذ و المشرب , فكلهم فى الفقه على المذهب النفيس مذهب الامام محمد بن ادريس , و فى أصول …الدين على مذهب الامام أبى الحسن الأشعري , و فى التصوف على طذهب الامام الغزالي و الامام أبى الحسن الشاذلي رضي الله عنهم أجمعين
Artinya :
Pada masa lalu Umat Islam di Jawa sepakat dalam berpendapat dan
bermadzhab dengan satu rujukan dan pegangan, yaitu dalam bidang fiqih
mengikuti kepada Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, dalam masalah
ushuluddin mengikuti kepada madzhab Imam Abul Hasan Al-Asy’ari, dan
dalam bidang tasawuf mengikuti kepada Imam Al-Ghozali dan Imam Abul
Hasan Asy-Syadzili.
قال العلامة الشيخ
ثم انه حدث فى عام ألف و ثلاثمائة و ثلاثين أحزابا متنوعة , و أراء متدافعة , و أقوال متضاربة , و رجال متجاذبة , فمنهم سلفيون فائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين , و التمسك بالكتب المعتبرة المتداولة , و محبة أهل البيت و الأولياء و الصالحين , و التبرك بهم أحياء و أموات , و زيارة القبور , و تلقين الميت , و الصدقة عنه , و اعتقاد الشفاعة و نفع الدعاء و التوسل و غير ذلك
Artinya :
Kemudian pada tahun 1330 H muncul bermacam-macam golongan,
pendapat-pendapat yang bertentangan, pikiran-pikiran yang berseberangan ,
dan para tokohnya saling tarik-menarik (kontroversi). Dari mayoritas
para tokoh, ada para ulama salaf yang konsisten terhadap kesalafan-nya,
yang mengikuti terhadap madzhab yang telah ditentukan, dan berpegang
teguh pada kitab-kitab yang dianggap presentatif (mu’tabaroh) yang biasa
beredar (masyhur). Mencintai ahli bait (keluarga Nabi Muhammad SAW),
mencintai para wali dan orang-orang yang shaleh, mengambil berkah kepada
mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, ziarah
kubur, men-talqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini adanya
syafa’at (pertolongan), manfa’at do’a, wasilah dan lain-lain.
و منهم فرقة يتبعون رأي محمد عبده و رشيد رضا , و يأخذون من بدعة محمد بن عبد الوهاب النجدي , و أحمد بن تيمية و تلميذه ابن القيم و ابن عبد الهادى , فحرموا ما أجمع المسلمون على ندبه , و هو السفر لزيارة قبر رسول الله صلى الله عليه و سلم , و خالفو هم فيما ذكر و غيره , قال ابن تيميه فى فتاويه : و اذا سفر لاعتقاده أنها أي زيارة قبر النبي فلى الله عليه و سلم طاعة , كان ذلك محرما باجماع المسلمين , فصار التحريم من الأمر المقطوع به
Artinya :
Sebagian lagi ada golongan yang mengikuti kepada pendapat Muhammad Abduh
dan Rosyid Ridho.Mereka mengikuti kepada perbuatan bid’ah Muhammad bin
Abdul Wahab an-Najdi, Ahmad Ibnu Taimiyah, dan kedua muridnya, Ibnul
Qoyyim dan Ibnu Abdil Hadi. Golongan ini mengharamkan apa yang telah
disepakati oleh mayoritas umat Islam untuk dilaksanakan sebagai sunnah
Nabi, seperti berziarah ke makam Rasulullah. Mereka menolak semua hal
yang telah disebutkan di atas dan hal-hal lainnya.
Ibnu Taimiyah dalam kitab “Fatawi”-nya berpendapat: Apabila seseorang melakukan ziarah ke makam Rasulullah, karena yakin bahwa ziarah itu perbuatan taat, ziarah yang dianggapnya menurut Ibnu Taimiyah adalah haram yang telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ziarahnya adalah perbuatan yang haram secara pasti.
Ibnu Taimiyah dalam kitab “Fatawi”-nya berpendapat: Apabila seseorang melakukan ziarah ke makam Rasulullah, karena yakin bahwa ziarah itu perbuatan taat, ziarah yang dianggapnya menurut Ibnu Taimiyah adalah haram yang telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ziarahnya adalah perbuatan yang haram secara pasti.
قال العلامة الشيخ محمد بخيت الحنفي المطيعي فى رسالته المسماة تطهير الفؤاد من دنس الاعتقاد : و هذا الفريق قد ابتلي المسلمون بكثير منهم سلفا و خلفا , فكانوا وصمة و ثلمة فى المسلمين و عضوا فاسدا يجب قطعه حتى لا يعدى الباقى ف…هو كالمجذوم يجب الفرار منه , فانهم فريق يلعبون بدينهم , يذمون العلماء سلفا و خلفا , و يقولون : انهم غير معصومين فلا ينبغى تقليدهم , لا فرق فى ذلك بين الأحياء و الأموات , و يطعنون عليهم و يلقون الشبهات , و يذرونها فى عيون بصائر الضعفاء لتعمى أبصارهم عن عيوب هؤلاء , يقصدون بذلك القاء العداوة و البغضاء , بحلولهم الجو و يسعون فى الأرض فسادا , يقولون على الله الكذب و هم يعلمون , , يزعمون أنهم قائمون بالأمر بالمعروف و النهي عن المنكر , حاضون الناس على اتباع الشرع و اجتناب البدع , و الله يشهد انهم لكاذبون , قلت : و لعل وجهه أنهم من أهل البدع و الأهواء , قال القاضى عياض فى الشفاء : و كان معظم فسادهم على الدين , و قد يدخل فى أمور الدنيا بما يلقون بين المسلمين من العداوة الدينية التى تسرى لدنياهم , قال العلامة ملا على القارى فى شرحه : و قد حرم الله تعالى الخمر و الميسر لهذه العلة كما قال تعالى : انما يريد الشيطان أن يوقع بينكم العداوة و البغضاء فى الخمر و الميسر
Artinya :
Menurut Al-’Allamah Syeikh Muhammad Bahit Al-Hanafi Al-Muthi’i dalam
kitabnya yang bernama “Tathirul Fu’adi min Danasil I’tiqod” (Mensucikan
Hati Dari Keyakinan Yang Kotor), ia berpendapat: “Bahwa golongan ini
merupakan cobaan besar bagi umat Islam yang salaf (tempo dulu) maupun
yang kholaf (modern)”. Mereka adalah aib, pemecah belah umat, dan
sebagai organ yang rusak yang harus dipotong, sehingga tidak menular ke
organ lainnya. Ia bagaikan penyakit kusta yang harus dihindari. Mereka
adalah golongan menjadikan agama sebagai permainan. Mereka mencaci maki
ulama salaf dan ulama kholaf, mereka sambil berkata: Mereka semuanya
tidak ma’shum (tidak terpelihara dari perbuatan dosa), maka tidak layak
untuk mengikutinya dan tidak ada bedanya yang hidup dan yang mati.
Golongan tersebut mendiskreditkan ulama dan menciptakan
persoalan-persoalan syubhat, kemudian menyebarkannya secara luas ke
masyarakat awam supaya orang awam tidak mengerti terhadap kekuarangan
yang ada pada golongan tersebut. Tujuan mereka… adalah menebar
permusuhan dan kebencian. Mereka berkeliling di atas muka bumi untuk
menciptakan kerusakan. Mereka berkata bohong tentang Allah, padahal
mereka tahu tentang hal yang sebenarnya. Mereka berdalih sedang
melakukan “amar ma’ruf nahyi munkar” (memerintah kebaikan dan mencegah
kemunkaran). Mereka mengajak manusia mengikuti agama yang mereka
jalankan dan menjauhkan bid’ah (menurut mereka). Padahal, Allah tahu
bahwa mereka adalah para pendusta. Menurut pendapat saya, sangat mungkin
mereka adalah para pelaku bid’ah yang selalu mengikuti hawa nafsu
mereka.
Imam Qadhi ‘Iyadh berkata: Kehancuran terbesar dalam agama sampai
urusan dunia adalah karena ulah perbuatan mereka dengan menimbulkan
permusuhan antar umat Islam, yang menyebabkan mereka terperangkap dalam
masalah urusan dunia.
Al-’Allamah… Ali Al-Qori dalam penjelasannya berkata: Allah SWT telah
mengharamkan khamar (minuman keras yang memabukkan) dan judi dengan
alasan ini, sebagaimana dalam firman Allah SWT Q.S. Al-Ma’idah : 91
انما يريد الشيطان أن يوقع بينكم العداوة و البغضاء فى الخمر و الميسر
Artinya:
“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
Rabu, 26 April 2017
Ahlusunnah Dan Kebenaran Ajarannya
Ajaran Islam bukanlah sebuah ajaran yang dipahami sebagian kecil
kelompok yang secara lantang mengatakan “Kita kembali ke Quran dan
Hadis”, atau “Kita salat seperti Rasulullah, bukan menurut Imam Syafi’i”
dan slogan-slogan lainnya.
Islam yang
telah lama sampai kepada kita adalah ajaran yang telah dibawa oleh
ulama-ulama terkemuka dalam Islam melalui jalur ilmu, guru dan murid,
terus hingga saat ini hingga dapat menjaga kemurnian ajarannya, seperti
sabda Nabi Muhammad Saw:
عَنْ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْعَذَرِي قَالَ قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَرِثُ هَذَا الْعِلْمَ
مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يَنْفَوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ
وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ (رواه البيهقي)
“Dari Ibrahim bin Abdurrahman al-Adzari, ia berkata: “Rasulullah Saw bersabda: Ilmu Islam ini akan diwarisi oleh orang-orang yang adil dari setiap generasi Islam, mereka akan
membersihkan dari penyimpangan makna oleh para ekstrimis, pengagamaan
sesuatu yang bukan agama oleh orang-orang yang membatalkan ajaran Islam
(seperti para orientalis), dan penyimpangan harfiyah atau maknawiyah
oleh orang-orang bodoh” (HR al-Baihaqi. Para ulama ahli hadis menilainya sahih)
Karena pentingnya jalur ulama yang membawa ajaran Islam, para ulama Salaf menegaskan:
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ سِيرِينَ إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ (رواه مسلم)
Muhammad bin Sirin berkata: “Ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah oleh kalian dari siapa kalian mengambil agama kalian” (Riwayat Muslim)
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ الإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ (رواه مسلم)
Abdullah
bin Mubarak berkata: “Sanad adalah bagian dari agama. Andai tidak ada
sanad, maka orang akan berkata sesuai kehendaknya” (Riwayat Muslim)
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْقَوَائِمُ. يَعْنِى الإِسْنَادَ (رواه مسلم)
Abdullah (bin Mubarak) juga berkata: “Yang membedakan antara kita dan mereka adalah sanad” (Riwayat Muslim)
Berikut adalah salah satu sanad ilmu Islam bagi ulama Ahlisunnah wal
Jamaah yang terus bersambung kepada ulama Salaf hingga Rasulullah Saw:
Syaikhona Kholil Bangkalan Madura dari Syaikh Abu Bakar bin Al Arif Billah As Sayid Muhammad Syatho dari Syaikh Muhammad Nawawi Al Bantani dari Syaikh Ahmad Zaini Dahlan dari Syaikh Abdulloh bin Umar dari Syaikh Muhammad Solih Rois dari Syaikh Ali Al Wana’i dari Syaikh Sulaeman bin Muhammad bin Umar Al Bujaerimi Al Mishriy dari Syaikh Ahmad bin Romadlon dari Syaikh Sulaeman Al Babili dari Syaikh Abdul Aziz Zamzami dari Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al Mulaibari dari Wajihuddin Abdurrohman bin Ziyad Az Zubaedi dari Syihabuddin bin Ahmad bin Hajar Al Haitamiy (Syaikh Ibn Hajar) dari Abu Yahya Zakarya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakarya Al Anshori (Syaikhul Islam Zakarya Al Anshori) dari Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahalliy dari Syaikh Solih bin Umar bin Ruslan bin Nasir bin Solih Al Bulqini dari Syaikh Umar Al Bulqini dari Syaikh Abdurrohim Al Quroisyiy dari Syaikh Hibatulloh Al Baar dari Syaikhul Islam Muhyiddin bin Zakarya bin Syarifuddin dari Imam Kamal Ardabili dari Syaikh Muhammad Naisaburi dari Abu Hamid bin Muhammad Al Ghozali Aththusiy (imamGhozali) dari Abdul Malik ibn Yusuf bin Muhammad Al Juwaeni (imam Haromain) dari Abu Abdillah Muhammad Al Juwaeni dari Imam Abu Bakar Qofal dari Imam Ibrohim Al Maruzi dariImam Ahmad ibn Umar bin Surej Abu Al Abas Al Baghdadi dari Imam Abu Al Qosim dari Imam Abu Ibrohim Ismail bin Yahya Al Mazani dari AsySyaikh Al Imam Al A’zhom Ibn Abdillah bin IdrisAsysyafi’i (imam Syafi’i pendiri madzhab syafi’i ) dari Al Imam Malik bin Anas dari Sayiduna Syafi’Maula Abdillah dari Sayiduna Abdulloh bin Umar dari Rosululloh Shollahu ‘Alaihi Wasallam. (Silsilah Ilmu Masyayikh PP Al Falah Ploso Kediri)
Amaliah Ahlisunnah Berdasarkan Ijtihad Bukan Bid’ah
Amaliah yang telah diamalkan oleh umat Islam Ahlisunnah wal Jamaah,
baik secara ubudiyah, fadlail, tradisi yang tidak bertentangan dengan
Islam dan sebagainya adalah bersumber dari Ijtihad, baik dari al-Quran,
Hadis, Ijma’ Ulama maupun Qiyas. Keempat sumber hukum ini berlandaskan
firman Allah:
“Firman Allah yang artinya: (Patuhilah Allah dan Patuhilah Rasulullah) adalah kewajiban mengikuti al-Quran dan Sunah. Firman Allah yang artinya: (Dan Ulil Amri) menunjukkan bahwa Ijma’ ulama adalah sebuah hujjah. Dan firman Allah yang artinya: (Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) menunjukkan bagi kita bahwa Qiyas adalah sebuah hujjah” (Tafsir al-Razi Mafatih al-Ghaib 5/248)
Dengan demikian, banyaknya amaliah Ahlisunnah yang melalui metode Qiyas, seperti mengucapkan niat, kirim pahala al-Quran dan sebagainya adalah menggunakan Qiyas yang dibenarkan dalam Islam, dan bukan bid’ah seperti yang dituduhkan sebagian kecil kelompok.
Sedangkan yang berkaitan dengan tradisi-tradisi yang baik adalah berlandaskan atsar berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ : مَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُوْنَ سَيّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّىءٌ وَقَدْ رَأَى الصَّحَابَةُ جَمِيْعًا أَنْ يَسْتَخْلِفُوْا أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ (رواه احمد والحاكم والطبراني والبزار . قال الذهبي قي التلخيص : صحيح وقال الهيثمي رجاله ثقات)
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Apa yang dilihat baik oleh umat Islam, maka baik pula bagi Allah. Dan apa yang dilihat buruk oleh umat Islam, maka buruk pula bagi Allah. Para sahabat kesemuanya telah berpandangan untuk mengangkat khalifah Abu Bakar” (Riwayat Ahmad, al-Hakim, al-Thabrani dan al-Bazzar. Al-Dzahabi berkata: Sahih. Al-Haitsami berkata: Para perawinya terpercata)
Ahlisunnah Wal Jamaah Diantara Aliran Lain
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam saat ini yang terbesar dianut di dunia adalah Ahlisunnah wal Jamaah, yang secara akidah bermadzhab kepada Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, juga di bidang fikih bermadzhab kepada salah satu dari 4 madzhab, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal. Ini adalah kelompok terbesar (al-Sawad al-A’dzam) dalam Islam sejak masa ulama Salaf ribuan tahun yang lalu. Karena Ahlisunnah adalah kelompok mayoritas dalam Islam, maka ada jaminan dari Rasulullah bahwa mereka tidak akan sesat secara massal:
مَا كَانَ
اللهُ لِيَجْمَعَ هَذِهِ الْأُمَّةَ عَلَى ضَلَالَةٍ أَبَدًا، وَيَدُ اللهِ
عَلَى الْجَمَاعَةِ هَكَذَا، فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ،
فَإِنَّهُ مَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ
“Allah
tidak akan mengumpulkan umat ini di atas kesesatan selamanya. Kuasa
Allah berada dalam jamaah seperti ini. Maka ikutilah al-Sawad al-A’dzam
oleh kalian. Barangsiapa yang menyendiri (dari jamaah) maka
menyendirilah dalam neraka”
Berkenaan dengan hadis ini ulama Wahabi, Syaikh Albani berkata:
قال الشيخ في مقدمة الصحيحة : ] رواه
ابن أبي عاصم في السنَّة وإسناده ضعيف كما بينته في ظلال الجنة رقم 80،
ولكنه حسن بمجموع طرقه كما شرحته في الصحيحة 1331 وغيره[. انظر: هداية
الرواة ]171[. (تراجعات العلامة الألباني في التصحيح والتضعيف – ج 1 / ص
13)
“Hadis
ini diriwayatkan oleh Abu Ashim dalam kitab al-Sunnah. Sanadnya dlaif
sebagaimana saya jelaskan dalam Dzilal al-Jannah. Tetap hadis ini HASAN
dengan akumulasi jalur-jalur riwayatnya, sebagaimana saya jelaskan dalam
[al-Silsilah] al-Shahihah dan lainnya” (Taraju’at Al-Albani 1/13)
Penjelasan
dalam banyak hadis tentang [Ma Ana alaihi wa Ashabi] juga ditemukan
riwayat yang mempertegas makna al-Sawad al-A’dzam sebagai Ahlisunnah wal
Jamaah:
إِنَّ بَنِى
إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ
هَذِهِ الْأُمَّةَ سَتَزِيْدُ عَلَيْهِمْ فِرْقَةً كُلُّهَا فِى النَّارِ
إِلاَّ السَّوَادَ الْأَعْظَمَ (أخرجه الطبرانى فى الكبير وفى الأوسط وقال
الهيثمي : فيه أبو غالب وثقه ابن معين وغيره وبقية رجال الأوسط ثقات وكذلك
أحد إسنادى الكبير عن أبى أمامة)
“Sesungguhnya
Bani Israil terpercah menjadi 71 golongan. Dan umat ini akan melebihi
Bani Israil secara kelompoknya. Semua di neraka, kecuali kelompok
terbesar” (HR al-Thabrani dari Abu Umamah. Al-Hafidz al-Haitsami
berkata: Di dalam sanadnya terdapat Abu Ghalib, ia dinilai tsiqah oleh
Ibnu Ma’in dan lainnya, dan perawi yang lain adalah terpercaya. Begitu
pula salah satu dua sanad dalam al-Mu’jam al-Kabir)
Ust. Ma’ruf Khozin, Dewan Pakar ASWAJA NU Center PWNU Jawa Timur
http://www.hujjahnu.com/2016/03/ahlisunnahdan-kebenaran-ajarannya-m.html
Dalil Membaca Surat Yasin Untuk Orang Mati
Berikut riwayat dari kitab Musnad Ahmad mengenai pembacaan Yasin di
samping orang yang akan meninggal yang telah menjadi amaliyah ulama
terdahulu dan terus diamalkan oleh warga NU:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ حَدَّثَنِي أَبِي
ثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ ثَنَا صَفْوَانُ حَدَّثَنِي الْمَشِيْخَةُ
اَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ بْنَ الْحَرْثِ الثَّمَالِيَ حِيْنَ اشْتَدَّ
سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا
صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السُّكُوْنِي فَلَمَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا
قُبِضَ قَالَ فَكَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ
الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ
الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ بْنِ مَعْبَدٍ (مسند أحمد بن حنبل رقم 17010)
“Para guru bercerita bahwa mereka mendatangi
Ghudlaif bin Hars al-Tsamali ketika penyakitnya sangat parah. Shafwan
berkata: Adakah diantara anda sekalian yang mau membacakan Yasin? Shaleh
bin Syuraih al-Sukuni yang membaca Yasin. Setelah ia membaca 40 dari
Surat Yasin, Ghudlaif meninggal. Maka para guru berkata: Jika Yasin
dibacakan di dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan
Surat Yasin tersebut. (Begitu pula) Isa bin Mu’tamir membacakan Yasin
di dekat Ibnu Ma’bad” (Musnad Ahmad No 17010)
Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai atsar ini:
وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ (الإصابة في تمييز الصحابة للحافظ ابن حجر 5 / 324)
“Riwayat ini sanadnya adalah hasan” (al-Ishabat fi Tamyiz al-Shahabat V/324)
Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilai riwayat amaliyah ulama
salaf membaca Yasin saat Ghudlaif akan wafat sebagai dalil penguat
(syahid) dari hadis riwayat Ma’qil bin Yasar yang artinya: Bacakanlah
Surat Yasin di dekat orang yang meninggal.” (Raudlah al-Muhadditsin
X/266)
Al-Hafidz Ibnu Hajar memastikan Ghudlaif ini adalah seorang sahabat:
هَذَا مَوْقُوْفٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ
وَغُضَيْفٌ صَحَابِىٌّ عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ وَالْمَشِيْخَةُ الَّذِيْنَ
نَقَلَ عَنْهُمْ لَمْ يُسَمُّوْا لَكِنَّهُمْ مَا بَيْنَ صَحَابِىٍّ
وَتَابِعِىٍّ كَبِيْرٍ وَمِثْلُهُ لاَ يُقَالُ بِالرَّأْىِ فَلَهُ حُكْمُ
الرَّفْعُ (روضة المحدثين للحافظ ابن حجر 10 / 266)
“Riwayat sahabat ini sanadnya adalah hasan.
Ghudlaif adalah seorang sahabat menurut mayoritas ulama. Sementara ‘para
guru’ yang dikutip oleh Imam Ahmad tidak disebut namanya, namun mereka
ini tidak lain antara sahabat dan tabi’in senior. Hal ini bukanlah
pendapat perseorangan, tetapi berstatus sebagai hadis yang disandarkan
pada Rasulullah (marfu’)”
(Raudlah al-Muhadditsin X/266)
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنْ حَسَّانَ بْنِ
إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أُمَيَّةَ الأَزْدِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ
أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10957)
“Diriwayatkan dari Jabir bin Zaid bahwa ia membaca surat al-Ra’d di dekat orang yang telah meninggal” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10967)
Bahkan ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar memperkuat riwayat tersebut:
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِى شَيْبَةَ مِنْ
طَرِيْقِ أَبِى الشَّعْثَاءِ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ مِنْ ثِقَاتِ
التَّابِعِيْنَ أَنَّهُ يَقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ
وَسَنَدُهُ صَحِيْحٌ (روضة المحدثين للحافظ ابن حجر 10 / 266)
“Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur Jabir
bin Zaid, ia termasuk Tabi’in yang terpercaya, bahwa ia membaca surat
al-Ra’d di dekat orang yang telah meninggal. Dan Sanadnya adalah sahih!“ (Raudlat al-Muhadditsin X/226)
Riwayat lain yang menguatkan adalah:
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنِ
الْمُجَالِدِ عَنِ الشَّعْبِيِّ قَالَ كَانَتِ الأَنْصَارُ يَقْرَؤُوْنَ
عِنْدَ الْمَيِّتِ بِسُوْرَةِ الْبَقَرَةِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10953)
“Diriwayatkan dari Sya’bi bahwa sahabat Anshor membaca surat al-Baqarah di dekat orang yang telah meninggal” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10963)
Sedangkan setelah wafat, diriwayatkan dari Sayidina Umar:
عَنْ أَبِي خَالِدٍ اْلاَحْمَرِ عَنْ
يُوْنُسَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عُمَرَ قَالَ اُحْضُرُوْا أَمْوَاتَكُمْ
فَأَلْزِمُوْهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَغْمِضُوْا أَعْيُنَهُمْ
إِذَا مَاتُوْا وَاقْرَؤُوْا عِنْدَهُمُ الْقُرْآنَ (أخرجه عبد الرزاق (3/386 ، رقم 6043) ، وابن أبى شيبة (2/448 ، رقم 10882)
“Diriwayatkan dari Khalid, dari Yunus, dari al-Hasan
dari Umar, ia berkata: “Datangilah orang yang meninggal, tuntunlah
dengan kalimat Lailaaha illa Allah, pejamkan matanya jika telah mati,
dan bacakanlah al-Quran di dekatnya” (Riwayat Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 3/386 No 6043 dan Ibnu Syaibah 2/448 No 0882, juga diriwayatkan oleh Said bin Manshur)
Isro’ Mi’raj dengan Ruh dan Jasadnya
Isra’ adalah perjalanan di malam hari dari Masjid al-Haram (Makkah)
ke Masjid a-Aqsha (Palestina). Sedangkan Mi’roj adalah naik ke langit,
sampai ke langit ang tujuh bakan ke tempat yang paling tinggi yaitu Sidrah al-Muntaha.
Peristiwa luar bisa itu terjadi pada malam senin tanggal 27 Rajab 621
M, satu tahun sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah. Allah berfirman :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (الاسرأ ,1)
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad)
pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsayang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda (kekuasaan) kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (al-Isra’ : 1)
Secara gamblang, ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT telah
memberangkatkan hambanya untuk melakukan safari suci, yaitu isra’
mi’raj. Redaksi yang digunakan adalah kata ‘abdih’ (hambanya).
Yang disebut hamba terdiri dari ruh dan jasad. Jasad tanpa ruh dikatakan
mayit dan jasad tanpa ruh tidak bisa dikatakan manusia. Karena yang
diberangkatkan oleh Allah SWT adalah seorang hamba termulia, yaitu Nabi
Muhammad SAW, maka sudah tentu yang melakukan perjalanan itu adalah ruh
sekaligus jasadnya. Hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin. Sangat
mungkin sekali, sebab beliau berangkat tidak dengan kemauannya sendiri,
akan tetapi Allah SWT yang berkehendak. Tidak ada yang mustahil bagi
Allah SWT jika Dia berkehendak.
Ibarat seekor semut yang ‘menumpang’ naik pesawat terbang dari
Jakarta menuju Surabaya, kemudian kembali lagi ke Jakarta. Yang pasti,
kaum semut tidak akan percaya akan cerita si semut yang telah melakukan
perjalanan dalam waktu sesingkat itu. Tapi hal itu sangat mungkin
terjadi, sebab dia memakai kendaraan yang kecepatannya tidak pernah
terbayang oleh kaum semut. Begitu pula dengan isra’ mi’raj Nabi SAW,
peristiwa tersebut tidak akan terbayang oleh akal Manusia, sebab yang
digunakan Nabi SAW adalah kendaraan yag kecepatannya di luar jangkauan
serta tidak pernah terbayangkan oleh akal manusia, yakni Buroq.
Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW
melakukan Isra’ Mi’raj dengan ruh dan jasadnya. Imam Nashiruddin Abu
al-Khair ‘Abdullah bin Umar al-Baidhawi mengatakan bahwa:
واختلف في أنّه كان فى المنام أو فى اليقظة بروحه أوجسده, والاكثار على
أنّه أسري بجسده الي بيت المقدس ثم عرج به الى السموات حتّى انتهى الى سدرة
المنتهى. (أنوار التنزيل وأسرار التأويل, 1 ص 576)
“Dan diperselisihkan apakah isra’ dan mi’raj terjadi pada waktu
tidur (sekadar mimpi belaka) ataukah dalam keadaan sadar? Dengan ruh
(saja) atau sekaligus ruh dan jasadnya? Mayoritas ulama berpendapat
bahwa Allah SWT meng-isra’ kan Nabi SAW dengan jasadnya (dari Masjid
al-Haram) ke Bait al-Maqdis kemungkinan menaikkan beliau ke beberapa
langit sampai berhenti di Sidrah al-Muntaha. (Anwar an-Tanzil wa Asrar al-Tanwil, Jus I, hal 576).
Paparan itu menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan isra’
mi’raj dengan jasad dan ruhnya. Sepintas muncul pertanyaan di benak
kita, bisakah hal itu? Pertanyaan ini sejak awal terjadi. Orang-orang
Quraisy Makkah yang mempercayai peristiwa ajaib tersebut hanya Abu Bakar
RA dan beberapa orang yang kokoh imannya yang kangsung mengimaninya dan
bahkan Abu Bakar RA berkata, “Jangankan peristiwa itu, lebih aneh dari
itupun aku percaya, kalau Nabi Muhammad SAW yang mengatakannya”. Itulah
sebabnya beliau diberi gelar al-Siddiq.
Fiqih Trasionalis; Jawaban Pelbagai Persoalan Agama Sehari-hari, 270-272
Mengacungkan Jari Telunjuk Ketika Tasyahhud
Ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa ketika duduk membaca
Tasyahhud dalam shalat, sunnat hukumnya meletakkan kedua telapak tangan
di atas kedua paha serta menggenggam seluruh jari tangan kanan kecuali
jari telunjuk.
Mereka juga berpendapat sunnat hukumnya mengangkat jari telunjuk
tersebut dengan tanpa mengerak-gerakkannya ketika sampai pada bacaan الا
الله . Praktek tersebut adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits
yang diriwayatkan dari Ali bin Abdurrahman Al Mu’awiy yang mengatakan:
كَانَ إِذَا جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى
فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ
الْيُسْرَى
“Rasulullah SAW ketika duduk dalam shalat, meletakkan telapak tangan
kanan di atas paha kanan, menggenggam semua jari-jari dan member isyarat
dengan jari telunjuk yang di sebelah jempol serta meletakkan telapak
tangan kanan di atas paha kanan” (Shahih Muslim, nor 913)
Sedangkan hikmah di balik praktek demikian ini adalah sebagai symbol penegasan dalam mengesakan Allah SWT. (Az Zubad; hal. 24)
Adzan Saat Pemakaman
Istidlal Adzan di Kuburan
Dalam pandangan ulama Syafiiyah, adzan dan iqamah tidak hanya
diperuntukkan sebagai penanda masuknya salat, baik berdasarkan hadis
maupun mengimplementasikan makna hadis. Oleh karenanya ada sebagian
ulama yang memperbolehkan adzan saat pemakaman, dan sebagian yang lain
tidak menganjurkannya. Dalam hal ini ahli fikih Ibnu Hajar al-Haitami
berkata:
قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ ، وَالْمَهْمُومِ ، وَالْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ (تحفة المحتاج في شرح المنهاج – ج 5 / ص 51)
“Terkadang adzan
disunahkan untuk selain salat, seperti adzan di telinga anak yang lahir,
orang yang kesusahan, orang yang pingsan, orang yang marah, orang yang
buruk etikanya baik manusia maupun hewan, saat pasukan berperang, ketika
kebakaran, dikatakan juga ketika menurunkan mayit ke kubur, dikiaskan
terhadap saat pertama datang ke dunia. Namun saya membantahnya di dalam
kitab Syarah al-Ubab. Juga disunahkan saat kerasukan jin, berdasarkan
hadis sahih, begitu pula adzan dan iqamah saat melakukan perjalanan” (Tuhfat al-Muhtaj 5/51)
( وَسُئِلَ )
نَفَعَ اللَّهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا حُكْمُ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
عِنْدَ سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ
وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُولِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى
نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُودِ إلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ
بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ
وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي الِابْتِدَاءِ وَهَذَا فِي الِانْتِهَاءِ لَا
يَقْتَضِي لُحُوقَهُ بِهِ . (الفتاوى الفقهية الكبرى – ج 3 / ص 166)
“Ibnu Hajar
ditanya: Apa hukum adzan dan iqamat saat menutup pintu liang lahat? Ibnu
Hajar menjawab: Ini adalah bid’ah. Barangsiapa yang mengira bahwa adzan
tersebut sunah ketika turun ke kubur, dengan dikiyaskan pada anak yang
lahir, dengan persamaan akhir hidup dengan permulaan hidup, maka tidak
benar. Dan dari segi apa persamaan keduanya? Kalau hanya antara
permulaan dan akhir hidup tidak dapat disamakan” (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra 3/166)
Tentu yang dimaksud bid’ah disini tentu bukan bid’ah yang sesat,
sebab Ibnu Hajar ketika menyebut bid’ah pada umumnya menyebut dengan
kalimat “al-Madzmumah”, atau “al-Munkarah” dan lainnya dalam kitab yang
sama. Beliau hanya sekedar menyebut bid’ah karena di masa Rasulullah Saw
memang tidak diamalkan.
Sejauh referensi yang saya ketahui tentang awal mula melakukan adzan
saat pemakaman adalah di abad ke 11 hijriyah berdasarkan ijtihad seorang
ahli hadis di Syam Syria, sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh
al-Muhibbi:
محمد
بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين الحموي الأصل الدمشقي
المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر علمائها الحافظ المتقن :
وكانت وفته بالقولنج في وقت الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة ثلاث
وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند قبر
والده ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق
من افادته إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض
المتأخرين ورده ابن حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره(خلاصة الأثر في
أعيان القرن الحادي عشر – ج 3 / ص 32)
“Muhammad bin
Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar Syamsuddin
al-Hamawi, asalnya ad-Dimasyqi, kelahiran al-Midani, asy-Syafii, seorang
yang alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama, al-hafidz yang
kokoh. Beliau wafat di Qoulanj saat waktu Dhuha, hari Senin 13
Dzulhijjah 1033. Disalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di pemakaman
‘pintu kecil’ di dekat makam orang tuanya. Ketika janazahnya diturunkan
ke kubur, para muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama
beberapa tahun di Damaskus, yang diampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad
bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa ‘adzan ketika pemakaman
adalah sunah’. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian
ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab
al-Ubab dan lainnya, maka mereka melakukan adzan di kuburnya” (Khulashat al-Atsar 3/32)
Khilaf Ulama Syafiiyah
Diantara kalangan madzhab Syafiiyah sendiri masalah ini merupakan
masalah yang diperselisihkan, ada yang tidak menganjurkan (namun tidak
melarang) dan ada pula yang menganjurkan, sebagaimana yang diamalkan
oleh umat Islam di Indonesia:
- Syaikh asy-Syarwani:
ولا يندب الآذان عند سده خلافا لبعضهم برماوي اه (حواشي الشرواني – ج 3 / ص 171)
“Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hawasyai asy-Syarwani 3/171)
- Syaikh Sulaiman al-Jamal:
وَلَا
يُنْدَبُ الْأَذَانُ عِنْدَ سَدِّهِ وِفَاقًا لِلَأْصْبَحِيِّ وَخِلَافًا
لِبَعْضِهِمْ ا هـ . بِرْمَاوِيٌّ . (حاشية الجمل – ج 7 / ص 182)
“Tidak
disunahkan adzan saat menutup liang lahat, sesuai dengan al-Ashbahi dan
berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hasyiah asy-Jamal 3/171)
- Syaikh Abu Bakar Syatha:
واعلم أنه لا
يسن الاذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا
على دخوله فيها. قال ابن حجر: ورددته في شرح العباب، لكن إذا وافق إنزاله
القبر أذان خفف عنه في السؤال.(إعانة الطالبين – ج 1 / ص 268)
“Ketahuilah
bahwa tidak disunahkan adzan ketika masuk dalam kuburan, berbeda dengan
ulama yang menganjurkannya, dengan dikiyaskan keluarnya dari dunia
terhadap masuknya kea lam dunia (dilahirkan). Ibnu Hajar berkata: Tapi
saya menolaknya dalam Syarah al-Ubab, namun jika menurunkan mayit ke
kubur bertepatan dengan adzan, maka diringankan pertanyaan malaikat
kepadanya” (Ianat ath-Thalibin 1/268)
Sumber: http://www.hujjahnu.com/2013/09/adzan-saat-pemakaman.html
Langganan:
Postingan (Atom)